Ya,
Merapi, sebuah gunung yang sangat
terkenal di indonesia. Sebelum perjalanan ini, sebenarnya aku sudah 3
kali ke gunung ini, namun semuanya berakhir di Pasar bubrah, yang pertama pada
bulan maret 2011, kami harus turun karena jalur ke puncak belum memungkinkan
paska erupsi beberapa bulan sebelumnya. Yang kedua Juni 2011, harus turun
karena kepanasan, ya, kondisi yang sangat panas ditambah kami kehabisan air.
Yang ketiga desember 2011, tidak bisa ke puncak karena diatas badai. Ya,
menyebalkan memang saat harus memutuskan untuk batal ke puncak, tapi, tak
masalah, gunung kan gak akan kemana-mana, akan selalu ada waktu untuk kembali,
cepat atau lambat..
Planning
sets.!
Bermula
dari membaca kembali biografi dan cerita-cerita tentang soe hok gie, akhirnya rasa
ingin kembali ke merapi itu muncul lagi karena gunung ini adalah salah satu
kebanggaan gie, selain pangrango, salak dan semeru. Hahaha, Gie pernah kesana,
aku juga harus.! Akhirnya aku curhat pada aziz dan dia memutuskan untuk ikut,
dan seperti biasa, langsung menentukan hari keberangkatan serta menyebar
undangan..
The
team.!
Seminggu
mengumpulkan tim, akhirnya 9 orang berangkat dengan tujuan masing masing.. Aku
untuk gie, aziz karena kangen merapi, mas pian yang latian karena mau ke
semeru, mas anduk dan mbak nana karena pengen ke merapi lagi serta molen,
kumara, risky dan ridwan karena ini pertama kalinya mereka ke merapi.
Sebenarnya rencana kami ber 10, karena mas sigit gak diijinkan ibunya, maka dia
batal ikut.. hahaha.. Sabtu sore, 9 Februari 2013, BERANGKAATT..!
Trip
managing.!
Tiba
di pos pendakian selo pukul setengah 8, briefing sejenak merencanakan
perjalanan. Hasilnya, kami istirahat dulu, makan malam dan tidur sampai jam
23.30, jam 24.00 kita mulai pendakian, pos peristirahatan terakhir di batas
vegetasi terakhir sebelum masuk daerah pasir dan summit attack dilakukan
selepas sunrise. Briefing selesai, mas anduk dan mbak nana turun lagi ke
kecamatan mau beli makan, sementara yang lain masak di luar sambil liat
bintang,, hahah, i love this moment, melihat bintang sambil ceramah, berbagi
pengalaman dan sedikit ilmu dengan adek-adek serta putriku (bukan dalam arti
empiris). Kebersamaan yang hangat, cukup hangat untuk melawan hawa dingin malam
itu, meski sederhana sekali , hanya 2 bungkus mie instan untuk 7 orang, namun
canda dan cerita itu cukup membuat kami kenyang. Pukul 21.30, saatnya tidur,
semua dalam posisi nyaman masing masing dan terlelaplah kami..
The
climbing start.!
Pukul
24.00, kami telah siap untuk mendaki, berpamitan dengan bapak penjaga pos dan
langsung berjalan, ya, tantangan pertama adalah tanjakan beraspal. Tanjakan ini
sering disebut sebagai ujian awal para pendaki, sebelum mereka memulai
pendakian yang sebenarnya, pendakian sebenarnya dimulai diujung tanjakan ini
yaitu tempat datar yang merupakan view point gunung merbabu yang disebut New
Selo. Jika biasanya kita memanjatkan doa saat berangkat dari pos pendakian,
berbeda dengan di merapi, entah karena alasan apa, para pendaki termasuk kami
biasanya berdoa di tempat ini, bukan di pos pendakian. Tiba di New Selo,
keringat sudah bercucuran, kami berkumpul lagi, melingkar dan berdoa memohon
kelancaran serta keselamatan kepada yang maha kuasa. “gie, tunggulah, aku
datang..”
The
Real Climbing Started.!
Pendakian
sebenarnya dimulai, aziz didepan bersama kumara, yang lain menyusul dibelakang.
Jalur pertama, sebuah jalur yang sangat menyebalkan untukku, ya, jalur ladang.
Jalan setapak yang naik terus tanpa bonus melintasi ladang penduduk, kondisi
jalan kali ini terasa berbeda sejak terakhir kali kesini setahun yang lalu, ya,
Jalurnya lebih Menyiksa, dengan perlahan kami melalui jalur ini, keringat
mengucur deras dan nafas mulai tersengal. Tiba di jalur yang sedikit datar,
kami berhenti sejenak menghela nafas sembari menunggu mbak nana yang ketinggalan.
Sembari istirahat, sebuah pertanyaan klasik muncul lagi dibenakku, Jika setiap
pendakian itu menyiksa dan melelahkan, kenapa para pendaki itu, termasuk kami
disini selalu rindu untuk kembali, mendaki dan mendaki lagi.? Ah entahlah,
mungkin pertanyaan ini tak perlu dijawab, ah lupakan.!
Pendakian
berlanjut, masih menyusuri jalur ladang yang teramat panjang. Beberapa kali
kami berhentiuntuk menghela nafas dan merapatkan barisan. Terlihat diatas kami,
ratusan bintang bersinar, ya, inilah kenikmatan tersendiri mendaki di malam
hari, walau pemandangan terbatas tapi jika ada bintang atau bulan diatas, maka
hati dan pikiran akan tetap nyaman. Selepas jalur ladang, kami menemui
percabangan jalur, kearah kiri adalah jalur kartini sedangkan ke kanan adalah jalur
biasa. Kami ambil arah kanan, medan kali ini semacam hutan heterogen yang
sedikit basah karena embun mulai turun.medan disini sebenarnya menyenangkan,
hampir sama seperti medan merbabu sebelum pos 1 tapi lebih curam. Beberapa
ratus meter berjalan, kami berhenti sejenak, duduk, kembali melihat bintang,
enak memang, tapi kami tak boleh terlalu lama duduk, selain waktu pendakian
yang terbatas, hawa dingin juga semakin menjadi karena saat itu pukul 01.30
pagi, jadilah kami berdiri untuk melanjutkan perjalanan dan hal kecil itu tiba.
Ya, aku berdiri dan pening terasa kepalaku, mungkin karena lelah, tapi
seharusnya tidak, sempat terbayang sesuatu yang aneh aneh tapi, ah lupakan, the
show must go on.! Dengan sempoyongan aku melanjutkan perjalanan, puncak harga mati
untuk kali ini ! beruntung di sepanjang jalur terdapat banyak pegangan sehingga
memudahkan aku yang tak bisa berdiri tegak dan beberapa waktu berjalan akhirnya
kami tiba di pos 1.. aaaah,,,
Road
To Pos 2.!
Pos
1 merapi berupa batu besar yang terdapat tugu yang telah runtuh diatasnya. Dari
pos 1 ke pos 2 jalurnya di punggungan bukit, medan full batu dengan kemiringan
45 derajat, dan itu menyenangkan karena aku tidak bisa berjalan normal jadi
merayap di batu batu itu sepertinya akan menyenangkan, hahaha.. jadi teringat
nasihat babe “daya juang itu lebih penting dari kekuatan” dan ya, mungkin aku
lemah sekarang, tapi demi gie aku akan sampai di puncak, aku yakin,! Dengan
semangat yang tersisa kami semua melalui jalur ini perlahan namun pasti,
beberapa kali berhenti menghela nafas dan sedikit bercanda, waktu semakin pagi
bintang menjadi semakin terang, aah, akhirnya, Pos 2, kami tiba..
Sweet
camp.!
Camp
yang kami setujui berjarak 200 an meter dari pos 2, yaitu melintasi 1 bukit
kecil lagi.berjalan sebentar dan tibalah di batas vegetasi terakhir. Kami
memilih tempat di balik batu besar dengan harapan bisa menghindari angin yang
bertiup nyaring pagi itu tapi sia sia, anginnya datang dari segala arah, yaudah
nikmati saja..
Beralas
matras dan berselimut mantol, akhirnya bisa tidur, kami tiba di camp pukul
03.30, jadi masih ada sekitar 1,5 jam untuk istirahat, aku, molen dan kumara
tidur, yang lainnya dengan kesibukan masing masing. Oh ya, camp kami mungkin
tidak bisa disebut camp, karena tidak ada tenda disana, hanya beberapa matras
dan mantol, tumpukan tas, beberapa makanan dan api yang menyala untuk masak,
tapi itu cukup, setidaknya untuk istirahat singkat. Angin tak jua berhenti
berhembus, hawa dingin yang semakin syahdu pun membuat tidurku tak nyaman, “ah,
perasaan dulu gak sedingin ini deh..”
Sunrise,!

Sunrise,!
Hembus
angin semakin kencang, aku terbangun menggigil menahan dingin. Pukul 05.00, ya
ini saatnya sunrise, ambil kamera dan siap beraksi. Melihat sunrise di gunung
adalah kesenangan tersendiri selain puncak, bahkan banyak orang yang naik
gunung hanya untuk melihat orangenya matahari terbit. Menurut penilaian
pribadiku, sunrise di merapi adalah yang terbaik dalam hidupku, sama seperti
Golden sunrise di sikunir, bahkan bromo pun kalah. bukan lebay, silahkan lihat
sendiri kalau tak percaya. Seperti biasa, memotret sunrise adalah hal wajib
bagiku, tapi kali ini tak hanya itu, aku juga sambil mengajari aziz dan kumara
tentang fotografi, walau belum master, tapi taulah ilmunya, hehehe.. dan pagi
itu kami mencoba teknik baru, Zooming, sayang Ixus (kamera sakuku) hanya punya
4x lens zoom dan 4X digital zoom , total hanya 16x tapi tak masalah, buat
belajar , itu cukup.
The
Summit Attack.!
Akhirnya,
Puncak.!
Satu
jam an lebih bergerilya di bebatuan itu, akhirnya, kawah berdiameter 300 an
meter itu menyambutku dengan gas dan awan panas yang menghembus ke udara, “aah,
look gie, i’m up here, can you see me.?” Hahaha, teriakan dalam hati, terdengar
gila memang tapi entah mengapa, aku tahu gie pernah kesini walau jejaknya sudah
tertimbun material erupsi dan aku percaya, mungkin gie bisa melihatku dari
timur sana. Agenda puncak, seperti biasa, duduk diam, mengistirahatkan tubuh
yang lelah dan membiarkan otak dan perasaan melayang, melayang bersama hembusan
gas sulfatara dari kawah merapi. Ya, itulah nikmatnya puncak, kita tak hanya
menemukan kepuasan karena telah mencapainya, tapi lebih dari itu, bagi sebagian
orang termasuk saya, puncak gunung dengan pemandangannya mampu menciptakan
bayangan-bayangan yang lebih nyata, seakan semua masalah dari kota serta
angan-angan itu muncul dengan lebih nyata, lebih jelas, puncak seakan memaksa
kita untuk berpikir tentang apa yang sebaiknya dilakukan atau dikatakan,
memperjelas keputusan yang harus diambil serta mempertegas sikap akan
kejadian-kejadian yang terjadi dibawah, dalam segala bidang tanpa kecuali,
termasuk cinta.
Cintaku
di puncak merapi.!
Cinta,
sesuatu yang teramat abstrak dan kias, yang mampu menimbulkan bahagia,
penderitaan dan juga rasa ketagihan. Cinta adalah rasa yang aneh, begitu
anehnya sehingga susah dimengerti dan susah pula dilupakan. Cinta memaksa kita
untuk belajar menikmatinya, bukan sekedar manikmatinya sebagai kebersamaan
ataupun perhatian tapi juga menikmat setiap sisi dari cinta itu sendiri. Cinta,
masalah kecil yang menjadi sangat nyata saat itu, cinta, memaksaku mengambil
sikap dan keputusan, cinta memaksaku menggunakan logika tertinggi serta
perasaan yang terdalam. Dan iya, “aku tinggalkan cintaku diatas sini, silahkan
diambil kalau bisa..” , sebuah keputusan yang jelas, aku tak ingin lagi
berpura-pura untuk menarik perhatian cinta, hanya ingin menjadi seperti apa
adanya dan menunggu sampai ada cinta yang cukup tabah untuk berusaha naik
mengambil cintaku diatas sini dan cukup hebat untuk bertahan.
What
to do in the top.?
Selesai
merenung, kembali ke aktivitas biasa, berfoto, memandangi kawah dan langit dan
yang paling menyenangkan adalah tidur. Ya, tidur dibawah terik matahari pagi di
kemiringan 45 derajat tepat di bibir kawah merapi, suatu pengalaman yang
menyenangkan, namun hal ini sangat tidak disarankan, karena terlalu berbahaya,
bisa saja angin berubah arah meniupkan gas beracun kearah kita atau saat kita
secara tidak sengaja bergerak, bisa saja kita merosot dan wassalam, anda tau
kelanjutannya.!
Time
to back down,!
Sejam
tertidur, panas matahari mulai terasa menyengat, kami memutuskan untuk segera
turun, perjalanan turun bisa dibilang menyenangkan, tidak terlalu melelahkan
tapi lebih berbahaya, butuh ketelitian dan kehati-hatian ekstra. Perjalanan
turun kami mengambil jalur yang sama, yaitu serong kekiri menuruni bebatuan
yang labil, butuh konsentrasi, lengah sedikit kita bisa terpeleset, seperti
rizky dan ridwan yang berakhir dengan lecet-lecet. Sampai di batu besar, trek
berikutnya menuruni pasir, ah, enak, kita bisa berlari atau berjalan bahkan
meluncur menggunakan matras, menyenangkan. tiba dibawah adalah pasar bubrah,
berjalan turun lagi sampai di camp.
Packing,
let’s go down.!
Tiba
di camp, istirahat sebentar menikmati roti dan susu cream untuk menunda lapar.
Packing, kemudian semuanya siap untuk pulang. Perjalanan turun, menikmati
sisa-sisa keindahan merapi, bertemu monyet di pos 1, berlarian di jalur ladang
sampai akhirnya sampai juga di bawah dan anda tau sendiri cerita selanjutnya..
hahaha..
Merapi,
setelah 4 kali mencoba akhirnya sampai puncak juga. Perjalanan yang
menyenangkan, mesti penuh keringat dan rasa sakit, hahaha.. Merapi, terima
kasih untuk keindahan mu,dibalik keganasanmu, kau menyimpan keindahan, materi
dan juga cinta, aku akan kembali, memeluk kehangatanmu lagi, aku janji.. Dan
gie, tunggulah, aku pasti akan kesana, ketempat kau meraih kebebasan dari
kepalsuan dunia ini, cepat atau lambat.. Dan mia, ya, inilah diriku, apakah kau
cukup kuat untuk menerimaku.? Entahlah, jawaban itu ada pada dirimu sendiri,
tapi ingat, aku selalu ada untuk membawamu kesana, semoga.!
Surakarta
, 26 Maret 2013

Tidak ada komentar:
Posting Komentar