Jumat, 22 Maret 2013

Indonesia : Disana ada keindahan, dan bersamanya ada pula kemiskinan..



Disana ada keindahan, dan bersamanya ada pula kemiskinan. Ya, mungkin itulah kalimat yang  tepat untuk menggambarkan Indonesia. Kenyataan yang aku temukan setelah beberapa kali mengunjungi tempat tempat yang indah di negeri ini. Bukan tanpa alasan aku menyebut kemiskinan ada di setiap keindahan itu, diberbagai tempat indah yang aku kunjungi, selalu saja ada nada yang sama, nada lemah, nada yeng meminta belas kasihan serta nada yang seakan menyerah pada kemiskinan, padahal nada nada itu ada di tempat yang sangat indah, punya nilai wisata yang tinggidan seharusnya hidup mereka bisa lebih baik dari itu..

Sebagai contoh, pagi hari tanggal 31 desember 2012, waktu itu aku berjalan dari Puncak Penanjakan di taman nasional bromo tengger semeru, Ya, Bromo, siapa yang tak kenal dengan keindahannya, view penanjakan di fajar hari sangatlah indah, seperti surga di tanah indonesia ini, itulah yang awalnya aku rasakan saat di puncak penanjakan tapi, perasaan janggal muncul ketika di tengah perjalanan, aku melihat sekeluarga kecil, seorang ayah yang yang berkalung sarung lusuhm serta istrinya yang sedang mendiamkan anak mereka yang sedang sakit dan merengek meminta sesuatu, entah jajan atau apa.. Sejenak aku terdiam, melihat keluarga kecil itu, aneh terasa, di tempat yang seperti ini, masih ada saja keluarga yang hidup dalam kemiskinan, yang untuk menyenangkan anak mereka yang sedang sakit pun tak mampu, apa yang salah.? Apa mereka terlalu malas, atau apa.? Entahlah, bayanganku buyar seketika saat si ayah menawarkan jagung bakar padaku dengan muka memelas, aku hanya tersenyum dan mengatakan tidak, terlihat di belakangnya si anak mulai menangis dan si ayah berusaha mendiamkannya, ya, dengan ekspresi entah sedih, malu marah atau menyesal, aku tak tau bagaimana menggambarkannya dengan tulisan, yang jelas itu membuatku iba, tapi budgetku tipis saat itu, tak ada jatah untuk jagung bakar, maaf pak, aku tidak bisa membantu. Masih dengan pertanyaan tadi, aku pun melanjutkan perjalanan dan berharap ada wisatawan lain yang membeli jagung bakar bapak yang tadi tapi ternyata di bawah, masih banyak wajah wajah yang sama, ekspresi memelas yang sama, di tempat yang sama.
Bukan hanya di bromo, 2 bulan sebelumnya, aku melihat pemandangan sejenis di Bali, ya, Bali, the land of god, surga wisata yang terkenal di seluruh penjuru dunia. Waktu itu, pagi hari ketika aku dan rombongan selesai melihat Tari Barong, seperti biasa di depan gelanggan banyak pedagang asongan menjajakan dagangannya, dan seorang ibu separuh baya mendatangiku menawarkan ikat kepala khas bali, harganya 3000 rb, tapi saat itu budgetku sangat ketat, semuanya sudah terencana, dan tak bolah ada pengeluaran di luar rencana, terlihat pelit memang, tapi memang itu caraku. Aku hanya punya 1500 (recehan), sisa dari jadwal pengeluaran sebelumnya, aku berkata pada ibu itu, “saya hanya punya 1500, kalau boleh saya beli” dan siibu itu, setengah marah, tetap merayu saya untuk membeli ikat kepakanya seharga 3000 , aku katakan sekali lagi “ maaf bu, saya hanya punya segini ambil menunjukan recehan di tanganku, kalau boleh ini saya beli..” , awalnya aku berpikir dia mau memberikannya karena pasti kalau pun dia rugi, kan bisa ditutup dengan hasil penjualan lainnya, ini kan bali, semua wisatawan normal menghabiskan banyak uang untuk belanja disini, atau mungkin juga dia tidak mau dan akan meninggalkanku. Tapi, dia mengatakan sesuatu yang mengagetkan ku “kalo gitu uangnya saya minta saja mas” ah, aku sedikit tak peraya “apa buk.?” “uangnya saya minta saja”, ya dia memperjelasnya di perkataan yang kedua, dan itu, ah, ayolah, ini Bali, kenapa harus ada mental Meminta-Minta, sebegitu miskinkah dia.? Lalu kemana uang yang dibayarkan para wisatawan itu pergi.? Kenapa warga bali sampai ada yang minta-minta.? Ya, aku hanya mengatakan tidak boleh, kemudian meninggalkan ibu itu dan kembali ke bus.
Pertanyaannya.?
Ya, jelas, apa yang salah disini, 2 tempat itu, bukan Cuma 2 tempat itu, tapi di banyak tempat indah di negeri ini, tak ada yang menyangkal keindahannya, ribuan wisatawan datang membawa uangnya setiap tahun, tapi kenapa masyarakatnya masih miskin.? Kenapa harus ada muka memelas, atau kalimat meminta minta.? Kemana larinya uang para wisatawan itu.? Apa semua wisatawan itu low budget sepertiku.?
Jawabnya.?
Entahlah , yang jelas, semua wisatawan membayar retribusi, dan banyak juga yang membeli oleh oleh, tapi masyarakat di tempat yang indah itu masih saja miskin, ah, sekali lagi, entahlah.. mungkin inilah potret nyata dunia wisata negeri kita, lalu tanggung jawab siapa.? Kita semua, ya, semuanya, dari pengelola (pemerintah/swasta), kita para wisatawan dan yang paling utama, masyarakat itu sendiri..

Surakarta, 22 Maret 2013

Bima Handoko

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Labels

air terjun (1) alun alun (1) balekambang (1) banyutibo (1) blado (1) bromo (1) buyutan (1) candi (2) Candi Arjuna (1) coretan (21) damas (1) dieng (4) gunung (7) jalan jalan (22) jamus (1) jawa timur (1) jogja (4) klayar (1) konang (1) kota batu (1) malang raya (3) malang selatan (2) malaysia (1) Manchester (1) maron (1) marun (1) merapi (2) MU (1) munjunga (1) nampu (1) new cyber (1) ngiriboyo (1) ngiroboyo (1) pacitan (3) panggul (1) pantai (11) pasir putih (3) pelang (1) Prau (1) prigi (1) pujiharjo (1) Sikidang (1) sipelot (1) siung (2) solotraveller (16) sumbing (1) sungai (1) sunrise (1) surabaya (1) tkjc (2) trenggalek (2) United (1) watulimo (1) wediombo (1) wonogiri (1) wonosobo (2)