Senior, Junior, 2 kata yang sudah tidak asing di
telinga pemuda di indonesia. Selama ini, kata “Senior” diartikan sebagai
seseorang yang lebih dulu masuk kedalam sebuah instansi ataupun organisasi,
Sementara “Junior” adalah seorang yang masuk belakangan. Di indosesia atau
mungkin juga dunia, seorang junior yang hendak masuk kedalam sebuah instansi
ataupun organisasi diharuskan melewati Masa orientasi, dimana junior akan
melakukan berbagai kegiatan dibawah peraturan dan pengawasan senior. Pada
pembahasan kali ini, saya akan fokus membahas tentang Masa Orientasi Sekolah
dimana fenomena Senior Junior paling sering terjadi.
Masa Orientasi Sekolah (MOS) sejatinya adalah
kegiatan pengenalan terhadap siswa baru (junior) untuk lebih mengenal
lingkungan sekolah dan segala sesuatu yang ada didalamnya. Di indonesia,
pelaksanaan MOS banyak dilaksanakan oleh siswa/siswi yang tergabung menjadi
pengurus OSIS dan Ekskul (Senior). Selama ini, pelaksanaan MOS oleh senior
seperti menjadi ‘neraka’ bagi para junior dimana bentakan dan hukuman adalah
sesuatu yang seakan wajib mereka terima. Mulai dari bentakan selamat datang
sampai hukuman yang agak berat (fisik) karena junior melakukan kesalahan.
Secara umum, Senioritas adalah sesuatu yang paling dibenci oleh junior,
bagaimana tidak, dalam pelaksanaannya senior hampir tidak pernah salah,
walaupun sebenarnya senior itu salah, tetap saja junior yang disalahkan
sampai-sampai muncul aturan yang dibuat-buat (Pasal 1, senior tidak pernah
salah, pasal 2, jika senior salah, maka kembali ke pasal 1, pasal 3 senior
tidak boleh sewenang-wenang, pasal 4, di lapangan, pasal 3 tidak berlaku). Dari
pihak senior berpendapat bawasannya MOS yang sedemikian rupa itu merupakan
proses pembentukan karakter dan rasa hormat junior pada mereka, dimana hukuman
dan bentakan adalah cara yang paling efektif untuk membuat junior mereka
menghormati mereka. Pendapat tersebut memang ada benarya, dimana sekarang ini
disekolah-sekolah junior bisa bersikap seakan hormat dan sopan terhadap senior.
Namun pendapat diatas mulai saya ragukan ketika saya
menemui sebuah kasus dimana MOS di sebuah sekolah tidak dilaksanakan oleh
senior, fenomena yang terjadi adalah para junior seakan tidak takut dan tidak
hormat pada semua senior. Kenapa bisa begitu.? Karena tidak ada bentakan dan
hukuman yang membuat junior hormat (atau takut) pada senior. Dari kasus diatas
saya mulai berpikir, apakah bentakan dan hukuman senior itu membuat junior
hormat, atau membuat junior takut.?
Menjawab pertanyaan diatas, kita bisa membuat
perbandingan dengan objek sebagai berikut. Pertama, di sekolah yang MOSnya
dilaksanakan senior, Dengan hukuman, bentakan dan muka garang, senior bisa
membuat junior bersikap sopan kepada mereka. Kedua, disekolah yang MOSnya tidak
dilaksanakan oleh senior, junior tidak bisa bersikap sopan kepada senior karena
tidak ada bentakan, hukuman dan muka garang dari senior. Dari 2 objek diatas,
saya menarik kesimpulan bawasannya yang membuat junior sopan pada senior itu
rasa takut akan bentakan dan hukuman, bukan karena rasa hormat pada senior
(yang berarti senior tidak punya kehormatan).
Dari pemahaman diatas, saya mencoba memberi solusi
pada masalah yang terjadi pada salah seorang teman saya, sebut saja dia Ana(samaran).
Ana adalah siswa kelas 2 di sebuah SMK di kota S yang tahun ini MOSnya bekerja
sama dengan pihak luar dan tidak melibatkan Snior, dia mengeluh pada saya
tentang juniornya (kelas 1) yang tidak bersikap sopan padanya, ia berpendapat
bahwa juniornya tidak punya sopan santun dan tidak bisa menghormati senior.
Dari curhatnya tersebut, saya mulai mengajaknya untuk membuat perbandingan sama
seperti diatas (MOS dengan dan tanpa Senior), dan setelah dia paham tentang
kasus yang sekarang terjadi, saya memberi dia pertanyaan yang sampai sekarang
belum bisa ia jawab, “Dari kasus tersebut, Apakah Junior yang tidak sopan atau
Senior yang tidak punya kehormatan.?”.
Menjawab pertanyaan tersebut memanglah tidak mudah,
karena tidak ada jawaban yang benar-benar benar. Fenomena yang dialami ana
mungkin karena juniornya tidak bisa sopan, tapi mungkin juga karena Seniornya
(Ana dkk) tidak punya sesuatu yang bisa dihormati oleh junior. Pendapat yang
mengatakan senior tidak punya kehormatan memang terasa kejam, namun saat kita
mencoba untuk berpikir objektif, kita akan setuju bawasannya “Kehormatan” itu
tidak dibentuk dengan bentakan dan hukuman, namun dibentuk dengan kebijaksanaan
dan profesionalitas tanpa perlu bentakan hukuman dan juga muka garang.
NB
: Tulisan ini tidak bertujuan untuk memojokkan atau menghakimi senior, namun
hanya salah satu usaha agar kita (terutama senior) bisa berpikir objektif dan
tidak selalu merasa benar dan menyalahkan junior, semoga tulisan ini bisa
menjadi bahan pelajaran bagi kita semua.

Tidak ada komentar:
Posting Komentar