Kita adalah kita, bukan orang tua kita. Sebagian
dari kita mungkin berpikir bahwa sebagai anak sudah sepatutnya kita meniru
orang tua kita. Mungkin pendapat itu benar, tapi menurutku tidak, bagaimanapun
juga kehidupan kita dan kehidupan orang tua kita adalah berbeda. Walaupun
keduanya mempunyai hubungan yang sangat erat, namun tetap saja keduanya
berbeda. Hal tersebut dapat dibuktikan dengan beberapa contoh yang terjadi
disekitar kita seperti seorang anak ustad yang terkena razia film porno
disekolahnya, ataupun anak maling yang menjadi Da’i. Kenapa anak ustad bisa
menyimpan film porno sedangkan anak maling bisa jadi da’i, semua itu karena
mereka menyadari bahwa hidup mereka adalah hidup mereka, yang tidak tergantung
pada kehidupan orang tua mereka.
Seperti halnya banyak hal lain didunia, pandangan
bahwa sebagai anak harus meniru orang tua
juga mempunyai sisi baik dan sisi buruk. Sisi baiknya adalah jika orang tua
mampu menjadi contoh yang baik bagi anaknya, sehingga orang tua mampu
membaikkan anak mereka. Sedangkan sisi buruknya adalah jika orang tua adalah
manusia yang buruk dan gagal, apa anak mereka harus meniru? Tentunya tidak.
Sisi buruk lainnya adalah anak akan cenderung mudah terpengaruh dengan apa-apa
yang terjadi pada orang tuanya.Banyak contoh disekitar kita yang bisa
membuktikan hal tersebut, seperti anak yang putus sekolah karena orang tua
tidak mampu membiayai, atau anak yang malas belajar karena tidak disuruh orang
tua dan yang lebih parah lagi adalah yang sering terjadi di keluarga “Broken
Home”. Keluarga yang broken home sering dijadikan anak untuk menjadi badboy
atau badgirl, mereka selalu menggunakan alasan klasik seperti orang tua yang
bercerai, ayah yang menikah lagi, pertengkaran orang tua dan yang lain lagi
untuk melakukan hal-hal yang sebenarnya merusak diri dan masa depan mereka,
bukankah itu bodoh?
Sangat saya sadari bahwasanya pengaruh orang tua
terhadap hidup anaknya sangat besar, namun sebesar apapun pengaruh yang merubah
kita, kita akan tetap bisa menolaknya, Caranya? Dengan menjadi diri sendiri.
Memang tidak mudah untuk bisa survive dengan keadaan keluarga yang broken home,
namun ada yang harus kita sadari, pertama, orang tua memiliki kehidupannya
sendiri. Mereka punya kepentingan yang terkadang memaksa untuk mengesampingkan
kita sebagai anaknya. Kedua, sebagai anak, kitalah yang bertanggung jawab
terhadap hidup kita, kita tidak bisa terus-terusan bergantung dan berharap pada
orang tua dan suatu saat kita memang harus sejenak melupakan “Siapa orang tua
kita” untuk menemukan siapa sebenarnya diri kita dan untuk tetap menjadi
manusia yang baik tanpa mempedulikan latar belakang orang tua dan keluarga.
Terkesan “durhaka” memang, namun dengan menyadari 2 hal diatas, kita akan
selalu berfokus pada tujuan hidup kita, menjadi manusia yang baik dan
membaikkan, menjadi manusia yang sukses, dan menjadi diri kita sendiri tanpa
perlu terpengaruh masalah-masalah orang tua yang sebenarnya bukan masalah kita.
“Kita adalah kita, bukan orang tua kita, Because to be the
best, is to be our selves..”
Surakarta, 9 November
2011

Tidak ada komentar:
Posting Komentar