Oke,
kali ini gue bakalan nulis tentang eksploasi gue ke Dieng plateau, sebenarnya,
ini adalah kali kedua gue jalan ke Dieng, yang pertama adalah pada agustus
2012, waktu itu gue dan rombongan mengkhususkan untuk pergi ke Bukit Sikunir
aja, nyari sunrise, jadi ga maen ke lokasi lain. Dieng Plateau terletak di perbatasan
kabupaten Wonosobo, Banjarnegara, Kendal dan Temanggung, sekitar 4 jam dari
solo kalo naik motor. Bisa di tempuh via jogja , via selo ataupun via ambarawa,
waktu tempuhnya mirip, kondisi jalannya yg agak beda diawal. Dieng Plateau
sebenarnya punya puluhan lokasi wisata yang bisa dikunjungi, namun pada
kesempatan kali ini gue Cuma mengunjungi lokasi yang paling mainstream di
Dieng, dimana aja lokasinya,? Mari gue ceritain satu satu..
Gue
nyampe Dieng jam 7 pagi, langsung menuju loket buat beli tiket, di dieng tiket
untuk masuk kawasan wisata tersedia dalam 2 pilihan, yaitu satuan (tiap lokasi
beli tiket) atau tiket terusan (satu tiket untuk beberapa lokasi). Dan kali ini
gue ambil tiket terusan untuk lokasi Kawah Sikidang, Komplek candi Arjuna dan
Dieng Plateau Theater seharga 18 rb, sementara khusus untuk Telaga Warna hanya
tersedia tiket satuan.
Setelah
tiket ditangan, gue memutuskan buat pergi ke Kawah Sikidang dulu, mumpung masih
pagi, bau belerangnya belum terlalu menyengat.
Kawah Sikidang adalah satau satu dari sekian banyak kawah aktif di
kawasan Dieng Plateau dan merupakan kawah yang paling tidak berbahaya, berada
di lembah bukit seluas sekitar 2 hektare, kawah utama sikidang berupa kolam
lumpur panas yang tidak begitu besar, didalamnya berisi lumpur yang mendidih
serta mengeluarkan gas Sulfur secara terus menerus. Gas Sulfur terlihat
berwarna putih seperti asap dan berbau sangat menyengat. Walaupun dianggap
tidak berbahaya,jika dihirup langsung, gas sulfur bisa menyebabkan keracunan,
maka dari itu pengelola membuat pagar pembatas supaya para wisatawan tidak
mendekat ke bibir kawah, tapi ya emang dasarnya peraturan dibuat untuk
dilanggar, banyak sekali wisatawan
(termasuk gue, hehehe) yang menerobos masuk ke bibir kawah, bahkan ada
yg sampe masak telur dengan metode kayak mancing gitu, telurnya dimasukin ke
plastik, terus dimasukin ke kawah pake tongkat dan tali, katanya sih telur
masak belerang itu baik buat kesehatan, Sebenarnya gue juga pengen, tapi alat
sama bahannya gaada, yaudah gajadi mancing telornya. Di jalan setapak dari
parkiran menuju pusat kawah sikidan terdapat banyak penjual, mereka adalah
warga dieng yang mencari tambahan pemasukan denga menjual barang dan makanan
khas dieng seperti kerajinan dari bunga mirip edelweis, belerang tumbuk (buat
obat katanya) carica, purwaceng serta kentang dan jamur goreng. Gue ga belanja
sih, karena emang niatnya buat liat liat kawah aja, bukan belanja belanja (kan
duit mepet, hehehe) gue Cuma beli kentang goreng sebungkus 5 rb, kenapa
kentang,.? Karena enak aja, duduk diatas bukit sambil liat kawah sambil
ngangetin badan dibawah sinar mentari pagi sambil makan kentang goreng, ajiib
meen..
Setelah
dari Kawah sikidang, tujuan selanjutnya adalah Komplek candi Arjuna, terletak di tengah desa
Dieng, candi arjuna dkk juga merupakan prasasti yang menjadi simbol peradaban
hindu masalalu di kawasan Dieng Plateau, Komplek candi Arjuna terdiri dari
beberapa candi, Candi Bima terletak di pintu keluar Kawah sikidang, Candi
Gatotkaca terletak di pintu masuk belakang menuju Candi utama, Candi Arjuna
yang berada di tengah desa dieng bersama candi candi lain yang namanya
mahabarata juga. Komplek Candi Arjuna adalah tempat yang Ramai, banyak sekali
pengunjung disana (bahkan ada teletubies dan mickey mouse juga), jadi jangan
berharap kalian bisa meditasi disana ya, dijamin ga bisa konsen, jadi mending
kalo disana foto foto aja, langin biru cerah dengan sedikit awan putih khas
ketinggiannya cakep banget kalo jadi background foto candi. Komplek candi
arjuna terletak bersebelahan dengan kebun warga dieng, dan tidak ada batas
antara keduanya, dan jalan masuk candi arjuna juga adalah jalan bagi petani
lokal untuk pergi ke kebun, jadi jangan heran kalo di candi arjuna selain ada
wisatawan dengan baju kotanya, juga ada para petani dengan seragam tempurnya
(ada yang bawa pupuk kandang juga), tidak hanya lewat, beberapa petani ini
malah asik nongkrong sambil ngerokok di komplek candi arjuna, hahaha, terlepas
dari label lokasi ini sebagai “tempat wisata”, ini tanah mereka, kita gaboleh
protes, tempat wisata itu tidak harus “steril” dari aktivitas warga lokalnya,
inilah istimewanya Dieng, dimana kita tidak hanya menikmati tempatnya, tapi
juga melihat aktivitas warga dieng sebagai satu nilai “menarik”. DI tengah
kebun yang ada didekat komplek candi arjuna, ada sebuat telaga, namanya telaga
Balekambang,telaga ini bukan temoat wisata, tapi merupakan sumber irigasi kebun
kentang warga dieng, namun karena gue tertarik, ya gue coba kesana, dan ternyata buka Cuma gue yang tertarik,
setengah jalan menuju telaga, gue ketemu dengan 3 orang cewek yang berniat ke
telaga balekambang juga dan mereka gatau jalan, jadi deh mereka ngikut gue
(yang sebenernya gatau jalan juga) mencari jalan menuju telaga Balekambang. Di
jalan gue sempet ngobrol sama mereka, ternyata mereka berasal dari jakarta, dan
Cuma bertiga, mereka sampai dieng, keren, ternyata anak muda jakarta tidak
selamanya terjebak diantara mall, pacaran dan sebagainya, ada anak muda disana
yang cukup gila dan berani untuk keluar dari kotanya dan melihat indonesia
secara lebih dekat, salut deh sama mbak mbaknya.. Setelah berjalan selama 15
menit melewati kebun kentang, kami sampai di telaga balekambang, telaganya
biasa aja sih, tapi suasana disekitarnya terasa “bernilai” untuk dipandang,sepasang
suami istri yang sedang mengerjakan kebun mereka, deru diesel pemompa air, juga
sepasang ayah anak yang menghabiskan waktu dengan memancing, Epic.! Candi
Arjuna dan Telaga Balekambang memberikan gue pelajaran, bahwa pariwisata tidak
seharusnya menjadikan pengunjung sebagai raja dan masyarakatnya sebagai
pelayan, pariwisata harusnya membiarkan mereka tetap biasa saja, dimana mereka
yang petani tetaplah bertani, dan para pendatang harus menghormati, kedatangan
para pelancong tidak boleh banyak merubah keseharian masyarakat lokal,
pariwisata seharusnya membiarkan kehidupan lokal tetap asli, tidak diubah dan
dimodifikasi sedemikian rupa hanya untuk menjadikan para pelancong merasa
“nyaman”, dan Dieng bisa melakukan itu, dimana industri pertanian tetap menjadi
hal yang utama dengan industri pariwisata berjalan berdampingan menjadi
“tambahan” bagi masyarakat pribumi Dieng.
Sekian
dulu cerita ekplorasi dieng gue, tentang telaga warna dan dieng plateau theater
bakalan gue tulis di part 2 nanti..
Tiket terusan Sikidang, DPT dan Candi Arjuna..
Menuju Kawah Sikidang, banyak pedagang..
Kawah Sikidang dari atas bukit..
sedikit catatan dari Sikidang..
Ini kawah utama yang bisa dibikin masak telor..
Ke Dieng ga afdol kalo ga beli kentang goreng..
Candi Gatotkaca..
Teletubies.. :D
Step in Candi Arjuna..
Komplek utama Candi Arjuna..
Pak tani kerja berduaan ciee..
Petani Kentang..
Sistem irigasi perkebunan kentang di desa Dieng, Boros..!
Telaga Balekambang, Sumber irigasi perkebunan kentang desa Dieng..

Tidak ada komentar:
Posting Komentar