Senin, 03 November 2014

Jalan jalan ke Dieng Bagian 1..



Oke, kali ini gue bakalan nulis tentang eksploasi gue ke Dieng plateau, sebenarnya, ini adalah kali kedua gue jalan ke Dieng, yang pertama adalah pada agustus 2012, waktu itu gue dan rombongan mengkhususkan untuk pergi ke Bukit Sikunir aja, nyari sunrise, jadi ga maen ke lokasi lain.  Dieng Plateau terletak di perbatasan kabupaten Wonosobo, Banjarnegara, Kendal dan Temanggung, sekitar 4 jam dari solo kalo naik motor. Bisa di tempuh via jogja , via selo ataupun via ambarawa, waktu tempuhnya mirip, kondisi jalannya yg agak beda diawal. Dieng Plateau sebenarnya punya puluhan lokasi wisata yang bisa dikunjungi, namun pada kesempatan kali ini gue Cuma mengunjungi lokasi yang paling mainstream di Dieng, dimana aja lokasinya,? Mari gue ceritain satu satu..

Gue nyampe Dieng jam 7 pagi, langsung menuju loket buat beli tiket, di dieng tiket untuk masuk kawasan wisata tersedia dalam 2 pilihan, yaitu satuan (tiap lokasi beli tiket) atau tiket terusan (satu tiket untuk beberapa lokasi). Dan kali ini gue ambil tiket terusan untuk lokasi Kawah Sikidang, Komplek candi Arjuna dan Dieng Plateau Theater seharga 18 rb, sementara khusus untuk Telaga Warna hanya tersedia tiket satuan.
Setelah tiket ditangan, gue memutuskan buat pergi ke Kawah Sikidang dulu, mumpung masih pagi, bau belerangnya belum terlalu menyengat.  Kawah Sikidang adalah satau satu dari sekian banyak kawah aktif di kawasan Dieng Plateau dan merupakan kawah yang paling tidak berbahaya, berada di lembah bukit seluas sekitar 2 hektare, kawah utama sikidang berupa kolam lumpur panas yang tidak begitu besar, didalamnya berisi lumpur yang mendidih serta mengeluarkan gas Sulfur secara terus menerus. Gas Sulfur terlihat berwarna putih seperti asap dan berbau sangat menyengat. Walaupun dianggap tidak berbahaya,jika dihirup langsung, gas sulfur bisa menyebabkan keracunan, maka dari itu pengelola membuat pagar pembatas supaya para wisatawan tidak mendekat ke bibir kawah, tapi ya emang dasarnya peraturan dibuat untuk dilanggar, banyak sekali wisatawan  (termasuk gue, hehehe) yang menerobos masuk ke bibir kawah, bahkan ada yg sampe masak telur dengan metode kayak mancing gitu, telurnya dimasukin ke plastik, terus dimasukin ke kawah pake tongkat dan tali, katanya sih telur masak belerang itu baik buat kesehatan, Sebenarnya gue juga pengen, tapi alat sama bahannya gaada, yaudah gajadi mancing telornya. Di jalan setapak dari parkiran menuju pusat kawah sikidan terdapat banyak penjual, mereka adalah warga dieng yang mencari tambahan pemasukan denga menjual barang dan makanan khas dieng seperti kerajinan dari bunga mirip edelweis, belerang tumbuk (buat obat katanya) carica, purwaceng serta kentang dan jamur goreng. Gue ga belanja sih, karena emang niatnya buat liat liat kawah aja, bukan belanja belanja (kan duit mepet, hehehe) gue Cuma beli kentang goreng sebungkus 5 rb, kenapa kentang,.? Karena enak aja, duduk diatas bukit sambil liat kawah sambil ngangetin badan dibawah sinar mentari pagi sambil makan kentang goreng, ajiib meen..
Setelah dari Kawah sikidang, tujuan selanjutnya adalah  Komplek candi Arjuna, terletak di tengah desa Dieng, candi arjuna dkk juga merupakan prasasti yang menjadi simbol peradaban hindu masalalu di kawasan Dieng Plateau, Komplek candi Arjuna terdiri dari beberapa candi, Candi Bima terletak di pintu keluar Kawah sikidang, Candi Gatotkaca terletak di pintu masuk belakang menuju Candi utama, Candi Arjuna yang berada di tengah desa dieng bersama candi candi lain yang namanya mahabarata juga. Komplek Candi Arjuna adalah tempat yang Ramai, banyak sekali pengunjung disana (bahkan ada teletubies dan mickey mouse juga), jadi jangan berharap kalian bisa meditasi disana ya, dijamin ga bisa konsen, jadi mending kalo disana foto foto aja, langin biru cerah dengan sedikit awan putih khas ketinggiannya cakep banget kalo jadi background foto candi. Komplek candi arjuna terletak bersebelahan dengan kebun warga dieng, dan tidak ada batas antara keduanya, dan jalan masuk candi arjuna juga adalah jalan bagi petani lokal untuk pergi ke kebun, jadi jangan heran kalo di candi arjuna selain ada wisatawan dengan baju kotanya, juga ada para petani dengan seragam tempurnya (ada yang bawa pupuk kandang juga), tidak hanya lewat, beberapa petani ini malah asik nongkrong sambil ngerokok di komplek candi arjuna, hahaha, terlepas dari label lokasi ini sebagai “tempat wisata”, ini tanah mereka, kita gaboleh protes, tempat wisata itu tidak harus “steril” dari aktivitas warga lokalnya, inilah istimewanya Dieng, dimana kita tidak hanya menikmati tempatnya, tapi juga melihat aktivitas warga dieng sebagai satu nilai “menarik”. DI tengah kebun yang ada didekat komplek candi arjuna, ada sebuat telaga, namanya telaga Balekambang,telaga ini bukan temoat wisata, tapi merupakan sumber irigasi kebun kentang warga dieng, namun karena gue tertarik, ya gue coba kesana,  dan ternyata buka Cuma gue yang tertarik, setengah jalan menuju telaga, gue ketemu dengan 3 orang cewek yang berniat ke telaga balekambang juga dan mereka gatau jalan, jadi deh mereka ngikut gue (yang sebenernya gatau jalan juga) mencari jalan menuju telaga Balekambang. Di jalan gue sempet ngobrol sama mereka, ternyata mereka berasal dari jakarta, dan Cuma bertiga, mereka sampai dieng, keren, ternyata anak muda jakarta tidak selamanya terjebak diantara mall, pacaran dan sebagainya, ada anak muda disana yang cukup gila dan berani untuk keluar dari kotanya dan melihat indonesia secara lebih dekat, salut deh sama mbak mbaknya.. Setelah berjalan selama 15 menit melewati kebun kentang, kami sampai di telaga balekambang, telaganya biasa aja sih, tapi suasana disekitarnya terasa “bernilai” untuk dipandang,sepasang suami istri yang sedang mengerjakan kebun mereka, deru diesel pemompa air, juga sepasang ayah anak yang menghabiskan waktu dengan memancing, Epic.! Candi Arjuna dan Telaga Balekambang memberikan gue pelajaran, bahwa pariwisata tidak seharusnya menjadikan pengunjung sebagai raja dan masyarakatnya sebagai pelayan, pariwisata harusnya membiarkan mereka tetap biasa saja, dimana mereka yang petani tetaplah bertani, dan para pendatang harus menghormati, kedatangan para pelancong tidak boleh banyak merubah keseharian masyarakat lokal, pariwisata seharusnya membiarkan kehidupan lokal tetap asli, tidak diubah dan dimodifikasi sedemikian rupa hanya untuk menjadikan para pelancong merasa “nyaman”, dan Dieng bisa melakukan itu, dimana industri pertanian tetap menjadi hal yang utama dengan industri pariwisata berjalan berdampingan menjadi “tambahan” bagi masyarakat pribumi Dieng.

Sekian dulu cerita ekplorasi dieng gue, tentang telaga warna dan dieng plateau theater bakalan gue tulis di part 2 nanti..

Tiket terusan Sikidang, DPT dan Candi Arjuna..
Menuju Kawah Sikidang, banyak pedagang..

Kawah Sikidang dari atas bukit..

sedikit catatan dari Sikidang..

Ini kawah utama yang bisa dibikin masak telor..

 Ke Dieng ga afdol kalo ga beli kentang goreng..

Candi Gatotkaca..

Teletubies.. :D

Step in Candi Arjuna..

Komplek utama Candi Arjuna..

Pak tani kerja berduaan ciee..

Petani Kentang..

Sistem irigasi perkebunan kentang di desa Dieng, Boros..!

 Telaga Balekambang, Sumber irigasi perkebunan kentang desa Dieng..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Labels

air terjun (1) alun alun (1) balekambang (1) banyutibo (1) blado (1) bromo (1) buyutan (1) candi (2) Candi Arjuna (1) coretan (21) damas (1) dieng (4) gunung (7) jalan jalan (22) jamus (1) jawa timur (1) jogja (4) klayar (1) konang (1) kota batu (1) malang raya (3) malang selatan (2) malaysia (1) Manchester (1) maron (1) marun (1) merapi (2) MU (1) munjunga (1) nampu (1) new cyber (1) ngiriboyo (1) ngiroboyo (1) pacitan (3) panggul (1) pantai (11) pasir putih (3) pelang (1) Prau (1) prigi (1) pujiharjo (1) Sikidang (1) sipelot (1) siung (2) solotraveller (16) sumbing (1) sungai (1) sunrise (1) surabaya (1) tkjc (2) trenggalek (2) United (1) watulimo (1) wediombo (1) wonogiri (1) wonosobo (2)