Selasa, 15 September 2015

Aku, dan manajemen naik gunung..



Mendaki gunung, secara umum masuk kedalam kategori olahraga dan atau hobi, tapi bagi sebagian orang, mendaki gunung bermakna lebih dari sekedar itu, mendaki gunung adalah jalan hidup, mendaki gunung adalah karakter, mendaki gunung adalah proses tumbuh dan belajar.

Ada ungkapan “kalau ingin tau sifat asli seseorang, ajaklah dia mendaki gunung..” sebuah ungkapan klise yang tidak sepenuhnya relevan untuk jaman sekarang dimana mendaki gunung bukan lagi hal yang jarang, namun sudah sangat jamak dilakukan bahkan oleh ABG yang diotaknya hanya ada kata jalan, istirahat dan foto foto. Makna dari mendaki gunung dalam kalimat diatas sebenarnya adalah bersusah dalam perjuangan, ya, mendaki gunung sebenarnya adalah tentang berjuang bersusah payah, berjalan membawa beban dengan segala keterbatasan diketinggian sana, pada kondisi seperti itu biasanya insting setiap manusia akan muncul dan dengan sendirinya menampakkan watak asli dari si empunya badan. Namun saat ini kondisi diatas gunung terasa berbeda, ada kesan yang menyiratkan kalau naik gunung itu mudah, dan emang dipermudah, sehingga tidak mencapai kondisi yang cukup susah untuk memunculkan watak asli seseorang. Apalagi dengan semakin ngetrennya tipe tipe gunung yang “mudah” digapai puncaknya, seperti gunung prau dan atau andong di jawa tengah. Hahahaha, sekedar mendaki tempat yang disebut gunung, sekedar ikut, tanpa tau manajemen pendakian atau ilmu mountaineering lainnya, foto-foto dan berakhir menyebut diri mereka sebagai pendaki gunung, menyedihkan..
Baiklah, lupakan satu paragraf diatas karena itu ga penting..
Mendaki gunung adalah seni pengambilan keputusan, tentang apa, kapan, siapa dan bagaimana dengan mempertimbangkan mengapa.. mendaki gunung menuntut kekuatan fisik.? Iya, memang, tapi sama sekali ga berarti hanya mereka yang punya fisik bagus yang bisa naik gunung, sekali lagi mendaki adalah seni tentang pengambilan keputusan, jadi dengan keputusan yang tepat, sebuah pendakian pasti bisa dilakukan, bahkan oleh orang yang kakinya Cuma satu (Om Sabar Gorky). Seni mengambil keputusan, dimana setiap keputusan keputusan tersebut terangkai kedalam sebuah manajemen, manajemen pendakian.
Saya, sebagai seorang yang kebetulan juga suka mendaki, sebenarnya adalah seorang yang payah dari segi fisik, saya tidak pernah bisa lari 3 kali mengelilingi stadion manahan tanpa berhenti, tidak pernah bisa push up lebih dari 20 kali, dan diperparah dengan perut yang tiap hari makin buncit, hahaha, tapi sekali lagi mendaki gunung adalah seni, demi menutupi kelemahan fisik itu jalan yang saya tempuh adalah dengan bermain di manajemen pendakian. Belajar teori teori manajemen memang bisa dilakukan di kota, tapi untuk implementasinya kita harus terjun ke lapangan, belajar manajemen itu perlu pengalaman dan karena itu cara terbaik untuk belajar manajemen adalah dengan sering sering naik gunung. Gunung Lawu di perbatasan jawa tengah dan jawa timur, sangat terkenal, sangat ramai dan salah satu gunung yang menjadi “yang pertama” bagi para pemula di sekitar solo dan madiun, termasuk juga saya, dulu, saya perlu 3 kali mencoba untuk bisa sampai di puncak lawu, yang pertama Cuma sampai di pos 2, yang kedua juga sampai di pos 2, baru yang ketiga berhasil sampai puncak, pada kegagalan yang pertama saya belajar tentang cuaca, membaca cuaca termasuk seni dalam pendakian, anda mungkin seorang yang tangguh secara fisik, tapi badai di lawu sama sekali bukan hal yang bisa diajak main main, faktanya adalah walau lawu sangat terkenal dan banyak dikunjungi, gunung ini juga berada di daftar teratas gunung dengan jumlah korban jiwa paling banyak. Dengan pertimbangan itu saya dan rombongan berhenti di pos 2, berlindung dan turun keesokan harinya, lebih baik selamat bukan.?. Kegagalan kedua, belajar tentang penaklukan diri, saat itu jam 12 malam saya tiba di pos 2 setelah berjalan 4 jam dari basecamp, karena merasa lelah kami memutuskan istirahat di pos 2, dan itu keputusan yang buruk, karena rencana bangun jam 3 hanya tinggal rencana, tubuh tak mampu melawan dingin dan pikiran tak mampu melawan ego untuk tetap bergelung didalam tenda yang hangat, jadilah kami baru bangun pukul 6, dengan estimasi perjalanan pos 2-puncak sekitar 3-5 jam, ditambah waktu untuk istirahat di puncak, turun kembali dengan tenaga yang sudah terkuras ke pos 2, packing, lalu turun lagi ke base camp, saya rasa baru bisa sampai di base camp jam 5-6 sore dan itu bukan keputusan yang baik mengingat esok harinya kami harus sekolah, jadilah kami memutuskan untuk turun dan tidak ke puncak. Dari perjalanan kedua ini saya belajar satu hal tenntang perjalanan di lawu, apapun yang terjadi, jika pengen sampai puncak, jangan berhenti di pos 2, kecuali punya waktu pendakian yang panjang. Pendakian ketiga cenderung lancar, naik lebih awal, istirahat di pos 3, esoknya bangun lebih awal, kepuncak, lalu pulang lebih awal, berkat pelajaran dari kegagalan sebelumnya, hahaha..
Dan begitulah, sejak saat itu saya pribadi tidak terlalu khawatir dengan kemampuan fisik yang lemah, asal saya diijinkan menggunakan manajemen yang saya buat, saya optimis bakal bisa sampai puncak, merapi, merbabu, ungaran, salah satu yang paling berkesan, ke Mahameru, dan satu yang paling menguji kemampuan manajemen saya, ke Sumbing, kalo kegunung prau gausah dihitung kali yak, hahaha..
Sampai disini, saya sama sekali belum merasa menjadi seorang pendaki, karena bagi saya seorang pendaki punya harus memenuhi syarat beberapa aspek, termasuk Fisik yang kuat, kemampuan manajemen, kemampuan teknikal (baca peta, tali temali, survival, dll) dan juga pengetahuan medis. Saya yang hanya mengandalkan kemampuan manajemen dan cenderung lemah di aspek lain hanya bisa dibilang bisa mendaki gunung, belum menjadi pendaki gunung apalagi pendaki profesional.
Jadi, mari mendaki, kemana.? Arjuna.? Atau slamet.? Atau rinjani.? Hahaha, pelan pelan yak, saya perlu waktu buat mikirin manajemennya.. Salam lestari.!

 
Ujung dari sebuah manajemen yang solid, Puncak Sumbing..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Labels

air terjun (1) alun alun (1) balekambang (1) banyutibo (1) blado (1) bromo (1) buyutan (1) candi (2) Candi Arjuna (1) coretan (21) damas (1) dieng (4) gunung (7) jalan jalan (22) jamus (1) jawa timur (1) jogja (4) klayar (1) konang (1) kota batu (1) malang raya (3) malang selatan (2) malaysia (1) Manchester (1) maron (1) marun (1) merapi (2) MU (1) munjunga (1) nampu (1) new cyber (1) ngiriboyo (1) ngiroboyo (1) pacitan (3) panggul (1) pantai (11) pasir putih (3) pelang (1) Prau (1) prigi (1) pujiharjo (1) Sikidang (1) sipelot (1) siung (2) solotraveller (16) sumbing (1) sungai (1) sunrise (1) surabaya (1) tkjc (2) trenggalek (2) United (1) watulimo (1) wediombo (1) wonogiri (1) wonosobo (2)